Minggu, 29 April 2012

manajemen umum


Daya merusak; kekuasaan mutlak korup mutlak

Makna

Arti harfiah.

Asal

Monarki absolut adalah mereka di mana semua kekuasaan diberikan kepada atau, seperti yang lebih sering terjadi, diambil oleh, raja.Contoh kekuasaan absolut merusak adalah kaisar Romawi (yang menyatakan diri mereka dewa) dan Napoleon Bonaparte (yang menyatakan dirinya kaisar).
"Merusak kekuasaan absolut mutlak" muncul sebagai bagian dari kutipan oleh ekspansif bernama dan mengesankan hirsutisme John Emerich Edward Dalberg Acton, pertama Baron Acton (1834-1902).Sejarawan dan moralis, yang sebaliknya hanya dikenal sebagai Lord Acton, menyatakan pendapat ini dalam sebuah surat kepada Uskup Mandell Creighton pada tahun 1887:
"Power cenderung korup, dan kekuasaan mutlak korup mutlak Orang-orang besar hampir selalu orang jahat.."
Teks ini adalah favorit kolektor dari kutipan dan selalu disertakan dalam antologi. Jika Anda mencari yang tepat "kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan mutlak korup secara mutlak" kata-kata, maka Acton adalah pria Anda. Dia tidak menciptakan ide meskipun; kutipan sangat menyukainya telah diucapkan oleh beberapa penulis jauh sebelum 1887. Utama antara mereka adalah politikus lain bahasa Inggris dengan tidak kekurangan nama - William Pitt the Elder, Earl of Chatham dan Perdana Menteri Inggris 1766-1778, yang mengatakan sesuatu yang sama dalam pidatonya di Inggris House of Lords pada tahun 1770:
"Kekuatan Unlimited adalah cenderung merusak pikiran mereka yang memilikinya"
Acton kemungkinan telah memimpin-Nya dari tulisan-tulisan para penyair republik Prancis dan politikus, sekali lagi dengan murah hati berjudul individu - Alphonse Marie Louis de Prat de Lamartine. Terjemahan bahasa Inggris dari Lamartine yang esai Perancis dan Inggris: Visi Masa Depan diterbitkan di London pada tahun 1848 dan termasuk teks ini:
Hal ini tidak hanya budak atau budak yang terbantu untuk menjadi bebas ... master sendiri tidak mendapatkan kurang dalam setiap sudut pandang, ... untuk kekuasaan absolut merusak sifat-sifat terbaik.
Apakah itu Lamartine atau penerjemah anonim bahasa Inggrisnya yang dapat mengklaim telah menciptakan istilah 'kekuasaan mutlak korup' kita tidak bisa memastikan, tapi bisa dipastikan bahwa itu bukan Lord Acton.









Issue Intensity
A student who would never consider breaking into an instructor's office to steal an accounting exam doesn't think twice about asking a friend who took the same accounting course from the same instructor last semester what questions were on the exam. Similarly, a manager might think nothing about taking home a few office supplies yet be highly concerned about the possible embezzlement of company funds.
These examples illustrate the final factor that affects a manager's ethical behavior: the intensity of the ethical issue itself. As Exhibit 5.10 shows, six characteristics have been identified as relevant in determining issue intensity: greatness of harm, consensus of wrong, probability of harm, immediacy of consequences, proximity to victim(s), and concentration of effect. These six factors determine how important an ethical issue is to an individual. According to these guidelines, the larger the number of people harmed, the more agreement that the action is wrong, the greater the likelihood that the action will cause harm, the more immediately that the consequences of the action will be felt, the closer the person feels to the victim(s), and the more concentrated the effect of the action on the victim(s), the greater the issue intensity. When an ethical issue is important—that is, the more intense it is—the more we should expect managers to behave ethically.
determinants of issue intensity
Exhibit 5.10
Determinants of Issue Intensity





“Power tends to corrupt, absolute power tends to corrupt absolutely” (Lord Acton)   Korupsi hanya bisa dilakukan jika ada kekuasaan. Lord Action mengatakan bahwa kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan yang absolute, cenderung absolute korupsinya. Dalam UNCAC (UU 7/2006) disebutkan bahwa relasi kuasa dan korupsi sangat berbahaya yakni merusak demokrasi (pemilu), merusak aturan hukum (suap dalam legislasi), merusak pembangunan berkelanjutan (dana pembangunan disuap), merusak pasar (ada suap tender), merusak kualitas hidup (pendidikan, kemiskinan), merusak HAM (mengurangi hak hidup). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat total kerugian negara akibat korupsi pengadaan barang dan jasa mencapai Rp 689,195 milliar. Jumlah tersebut dihitung dari kasus yang ditangani KPK sejak 2005-2009. Sebesar Rp 2 Triliun lebih, potensi kerugian negara dalam semester satu tahun 2010, akibat dari 176 kasus korupsi yang terjadi di tingkat pusat maupun daerah. Uang yang dikorupsi merupakan uang yang seharusnya dialokasikan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. 

Pasca reformasi, diciptakan dua inovasi pemberantasan korupsi yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor). Namun, KPK yang diharapkan mampu menjadi trigger bagi institusi peradilan yang korup, justru kedodoran. Serangan balik dari koruptor terbukti melemahkan KPK. Pengadilan Tipikor menjadi sangat gemuk dan rawan dijangkiti mafia peradilan. Hal tersebut disebabkan UU Pengadilan Tipikor mengamanatkan Pengadilan Tipikor didirikan sesuai dengan wilayah kota/kabupaten yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan negeri di wilayah tersebut. Selama ini pemberantasan korupsi yang dilakukan tidak melibatkan peran penting masyarakat. ditekankan pada pemberantasan korupsi. Pencegahan korupsi belum menjadi prioritas. Jimly Asshiddiqie dalam bukunya Pembangunan Hukum di Indonesia dalam buku Menuju Negara Hukum yang Demokratis menyebutkan bahwa pemberantasan korupsi biasanya menitik beratkan pada elemen kelembagaan (elemen institusional) dan elemen kaedah aturan (elemen instrumental) serta penegakan hukum (law enforcement). 

Namun meninggalkan  pemasyarakatan dan pendidikan hukum (law socialization and law education). Padahal menurutnya hukum harus dipandang sebagai suatu kesatuan hukum, elemen-elemen diatas merupakan kesatuan yang seharusnya bergerak seimbang dan sinergis. Pemasyarakatan dan pendidikan anti korupsi yang dapat dilakukan pada jenjang pendidikan yaitu dengan menciptakan suasana anti korupsi di kelas. Hal itu dapat diimplementasikan dengan role play ( bermain peran). Di dalam kelas dapat dibentuk peraturan yang berisi larangan untuk berbuat korup dan juga terdapat aparat penegak hukum untuk menindak pelaku perbuatan korup. Pemain diganti setiap bulan agar setiap peserta didik dapat merasakan dan mengimplementasikan peran serta mendapatkan pelajaran anti korupsi. 

Setelah diinternalisasi dengan  role play peserta didik juga dapat menjadi subyek pembudayaan hukum dengan pementasan kesenian. Mata pelajaran kesenian dapat menjadi sarana. Pementasan kesenian tersebut dapat berupa drama yang bertemakan anti korupsi. Dalam lingkup pendidikan menengah dan tinggi. Pendidikan anti korupsi dapat dilakukan dengan Focus Grup Discussion (FGD) yang bertujuan untuk membedah kasus-kasus korupsi yang terdekat dengan kehidupan peserta didik. Metode outbond pun bisa dilakukan yakni dengan memasukkan nilai anti korupsi di tiap permainan yang dilakukan. Contoh konkritnya ialah di setiap pos penjagaan outbond, peserta didik diharapkan mampu mengidentifikasi perilaku korup. Pembudayaan hukum juga harus dilakukan dalam lingkup pendidikan tinggi hukum. Seperti telah dipaparkan di awal bahwa pendidikan tinggi hukum harus mampu menciptakan pekerja-pekerja kemanusiaan dan penegak keadilan. 

Dalam kegiatan akademis, mata kuliah etika dan keprofesian hukum menjadi salah satu cara yang efektif. Mahasiswa diperkenalkan pada dunia peradilan dan permasalahan yang terjadi. Termasuk tentang korupsi. Sebagai contoh mahasiswa diminta untuk menganalisa kasus suap yang terjadi dalam proses peradilan. Telaah kasus akan membuat mahasiswa lebih memahami nilai-nilai anti korupsi. Peran serta masyarakat bahkan pemuda dapat ditingkatkan dengan membuat kegiatan sosialisasi anti korupsi. Salah satunya dengan membuat sekolah anti korupsi sebagai salah satu pendidikan informal. 

Sekolah anti korupsi bisa diinisiasi oleh organisasi mahasiswa, institusi peradilan maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Dalam sekolah anti korupsi, peserta diberikan pemahaman mengenai korupsi dan juga kemampuan untuk menginvestigasi kasus korupsi. Seperti yang tertuang dalam UU no 31 tahun 1999 ayat 41 pasal 2 tentang Tindak Pidana Korupsi bahwa masyarakat memiliki hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi; b. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hokum yang menangani perkara tindak pidana korupsi. 

Manfaat yang didapat selain mampu menginternalisasikan nilai anti korupsi juga menambah kemampuan mahasiswa untuk dapat menginvestigasi kasus korupsi sebelum akhirnya menyerahkan kepada aparatur penegak hukum. Jelas korupsi merugikan banyak hal sehingga disini peran pemuda memiliki tempat yang strategis dalam pemberantasan korupsi. Maka keterhimpunannya seluruh elemen masyarakat baik aparatur penegak hukum dan masyarakat umum dalam pemberantasan korupsi dapat memberikan kesinergisan dalam upaya menghasilkan Indonesian’s Zero Coruption.  

*Mahasiswa Universitas Gadjah Mada    Peserta Pelatihan Citizen Jurnalism for Anti Coruption 


Arsip Blog

Me

Me

Follow

Minggu, 29 April 2012

manajemen umum
Daya merusak; kekuasaan mutlak korup mutlak Makna Arti harfiah. Asal Monarki absolut adalah mereka di...

 
By : Dhewi | DEWI AMBARWATI *1A111863*