Rabu, 10 Oktober 2012

PERJANJIAN HUKUM BISNIS

 
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Upaya manusia untuk memenuhi berbagai kepentingan bisnis, diantaranya adalah mewujudkannya dalam bentuk kontrak bisnis. Dalam bisnis, kontrak merupakan bentuk perjanjian yang dibuat secara tertulis yang didasarkan kepada kebutuhan bisnis. Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeenskomst (dalam Bahasa Belanda) dalam pengertian yang lebih luas kontrak sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian.
Istilah “kontrak” atau “perjanjian” dalam sistem hukum nasional memiliki pengertian yang sama, seperti halnya di Belanda tidak dibedakan antara pengertian “contract” dan “overeenkomst”. Kontrak adalah suatu perjanjian (tertulis) antara dua atau lebih orang (pihak) yang menciptakan hak dan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu.
Dalam kontrak hukum bisnis sendiri memiliki beberapa syarat sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP), sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri
Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mengadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4. Sebab yang halal
Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.

Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.

Salah satu contoh perjanjian yang sedang hangat dibicarakan saat ini, adalah mengenai perjanjian bisnis dalam bentuk franchise/waralaba.
Seperti perjanjian pada umumnya ada kemungkinan terjadi wanprestasi di dalam pelaksanaan perjanjian waralaba. Wanprestasi terjadi ketika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana tertera di dalam perjanjian waralaba. Jika karena adanya wanprestasi, salah satu pihak merasa dirugikan, maka pihak yang dirugikan tersebut dapat menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi kepadanya. Kemungkinan pihak yang dirugikan mendapatkan ganti rugi ini merupakan bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh hukum positif di Indonesia.

Bentuk-bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak dalam perjanjian waralaba tergantung kepada siapa yang melakukan wanprestasi tersebut. Wanprestasi dari pihak franchisee dapat berbentuk tidak membayar biaya waralaba tepat pada waktunya, melakukan hal-hal yang dilarang dilakukan franchisee, melakukan pelayanan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam system waralaba, dan lain-lain. Wanprestasi dari pihak franchisor dapat berbentuk tidak memberikan fasilitas yang memungkinkan system waralaba berjalan dengan sebagaiman mestinya, tidak melakukan pembinaan kepada franchisee sesuai dengan yang diperjanjikan, tidak membantu franchisee dalam kesulitan yang dihadapi ketika melaksanakan usaha waralabanya, dan lain-lain.

Semua bentuk wanprestasi dapata terjadi pada semua usaha waralaba, termasuk pada usaha waralab Lembaga Pendidikan Primagama di daerah Istimewa Yogyakarta. Primagama merupakan salah satu bisnis waralaba di bidang Lembaga Pendidikan yang berpusat di Yogyakarta. Di bawah kepemimpinan Purdi E. Chandra, selaku pemilik dan direktur utama, lembaga pendidikan ini sekarang telah memiliki ratusan cabang di Indonesia. Di dalam lembaga pendidikan Primagama sering juga terjadi wanprestasi. Wanprestasi yang sering dilakukan adalah keterlambatan pembayaran fee kepada pihak franchisee (pemberi waralaba). Adanya kemungkinan dilakukannya wanprestasi oleh penerima waralaba dalam usaha waralaba di Lembaga Pendidikan Primagama tersebut, membuat penulis tertarik untuk menganalisis permasalahan tentang WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE.
2. Permasalahan
Dari uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan yaitu apa yang menjadi syarat sahnya perjanjian  ditinjau dari sudut pengenyampingan kewajiban yang telah disepakati ketika awal melakukan kontrak oleh kedua belah pihak (wanprestasi).1. Dasar hukum apa yang  diberlakukan terhadap pihak yang melakukan wanprestasi 2. Bagaimana penyelesaiannya jika terjadi suatu kasus wanprestasi antara kedua belah pihak dalam pelaksanaan franchise.

BAB II
PEMBAHASAN
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah. Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah :[8] Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.[9] Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memperburuk.

A. PRESTASI berdasarkan KUHPerdata
Prestasi adalah kewajiban yang lahir dari sebuah perikatan baik karena undang – undang maupun karena perjanjian. Dasar hukumnya yaitu Pasal 1234 BW “Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu” Artinya, suatu perikatan atau perjanjian isinya bisa berupa :

(1) kewajiban untuk memberikan sesuatu,

(2) untuk melakukan sesuatu dan

(3) untuk tidak melakukan sesuatu

B. WANPRESTASI

Dasar Hukum :

Pasal 1238 “Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”

Pasal 1243 BW “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”

Pada dasarnya Debitur wanprestasi kalau debitur:

- a) terlambat berprestasi

- b) tidak berprestasi

c) salah berprestasi.

ANALISA

Contoh Kasus :

Semua bentuk wanprestasi dapata terjadi pada semua usaha waralaba, termasuk pada usaha waralab Lembaga Pendidikan Primagama di daerah Istimewa Yogyakarta. Primagama merupakan salah satu bisnis waralaba di bidang Lembaga Pendidikan yang berpusat di Yogyakarta. Di bawah kepemimpinan Purdi E. Chandra, selaku pemilik dan direktur utama, lembaga pendidikan ini sekarang telah memiliki ratusan cabang di Indonesia. Di dalam lembaga pendidikan Primagama sering juga terjadi wanprestasi. Wanprestasi yang sering dilakukan adalah keterlambatan pembayaran fee kepada pihak franchisee (pemberi waralaba). Adanya kemungkinan dilakukannya wanprestasi oleh penerima waralaba dalam usaha waralaba di Lembaga Pendidikan Primagama tersebut, membuat penulis tertarik untuk menganalisis permasalahan tentang WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE.

Kapan kreditur dikatakan telah wanprestasi? wanprestasi adalah suatu kondisi dimana kreditur berada dalam keadaan lalai. Dalam hal ini kreditur adalah pihak yang berkewajiban menyetorkan sejumlah fee franchisee sebagai pemilik franchise. Untuk menyatakan seseorang berada dalam keadaan lalai (wanprestasi) diperlukan somasi. Jadi franchisor berada dalam keadaan lalai setelah ada perintah/peringatan agar franchisor melaksanakan kewajibannya. Perintah atau peringatan (surat teguran) itu dalam doktrin dan yurisprudensi disebut “somasi“.

Somasi merupakan peringatan atau teguran agar franchisor berprestasi pada suatu saat yang ditentukan dalam surat somasi. Itulah alasan pentingnya mencantumkan tenggang waktu dalam setiap surat peringatan/ somasi. Dengan demikian, somasi merupakan sarana untuk menetapkan franchisor berada dalam keadaan lalai (kalau somasi tidak dipenuhi).

Somasi yang tidak dipenuhi –tanpa alasan yang sah– membawa franchisor berada dalam keadaan lalai, dan sejak itu semua akibat kelalaian (wanprestasi) berlaku. Namun, ada kalanya franchisor dibenarkan untuk tidak berprestasi, maksudnya, ada kalanya sekalipun franchisor tidak berprestasi sebagaimana mestinya, ia tidak wanprestasi. Yang demikian muncul, kalau sekalipun franchisor tidak memenuhi kewajibannya, tetapi ia tetap dibenarkan untuk tidak berprestasi. Peristiwa ini terjadi apabila ia menghadapi keadaan memaksa (force majeur). Dalam keadaan memaksa debitur tidak wanprestasi sekalipun ia tidak memenuhi kewajiban perikatannya.

Kesimpulannya, franchisor tidak membuka usahanya dikatakan wanprestasi, kalau setelah franchisor  disomir/ diperingatkan/ disomasi dengan benar, franchisor – tanpa alasan yang dibenarkan – tetap tidak membuka usahanya.

C. YURISPRUDENSI TERKAIT

    1. somasi bukan mengkonstatir keadaan lalai, tetapi suatu peringatan agar kreditur berprestasi, dengan konsekuensinya, kalau kreditur – tanpa alasan yang sah — tetap tidak berprestasi, maka somasi menjadikan kreditur dalam keadaan lalai (HR 29 Januari 1915, 485, dimuat dalam P. De Prez, Gids Burgelijk Recht, Deel I, no. 87).

    2. Tegoran (somasi)

Permintaan untuk memenuhi (het vragen var nakoming) yang diperjanjikan tidak diharuskan dengan tegoran oleh juru sita. i.e. oleh Pengadilan Tinggi dipertimbangkan:

bahwa untuk menyatakan seseorang telah melakukan wanprestasi terlebih duhu harus sudah dilakukan penagihan resmi oleh juru sita: somasi.

bahwa oleh karena somasi dalam perkara ini belum dilakukan maka Pengadilan belum dapat menghukum para tergugat/pembanding telah melakukan wanprestasi; oleh sebab itu gugatan penggugat/terbanding harus dinyatakan tidak dapat di¬terima).

Putusan Mahkamah Agung : tgl. 12-9-1973 No. 852 K/Sip/1972.

Dalam Perkara : Drs. Hutasoit (Mardjohan) lawan 1. PT. International Country Hotel Corporation Indonesia, 2. S.B. Abas, 3. M.L. Pohan dkk.

Susunan Majelis : 1. Prof. R. Soebekti S.H. 2. D.H. Lumbanradja S.H. 3. Sri Widojati Wiratmo Soekito S.H.

    3. Akibat cidera janji.

Meskipun oleh hakim pasti dianggap terbukti bahwa hutang tergugat pembayarannya secara mengangsur, namun karena adanya wanprestasi kuranglah tepat tergugat dihukum untuk membayar hutangnya secara mengangsur setiap bulan dengan mengambil dari gaji; maka amar keputusan Pengadilan Tinggi perlu diperbaiki, yaitu dengan meniadakan ketentuan pengangsuran tersebut.

Putusan Mahkamah Agung : tgl. 4-5 – 1976 No. 770 K/Sip/1975.

Dalam Perkara : Soewarno lawan Ny. Tjoa ing Lan alis Ny. Endang Wahju N. Widjaia.

Susunan Majelis : 1. Sri Widoyati Wiratmo Soekito SH. 2. DH. Lumbanradja SH. 3. BRM. Hanindyapoetno Sosropranoto SH.

    4. Ganti rugi karena perjanjian tidak dipenuhi.

Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung:

bahwa di dalam perjanjian jual beli sebagaimana dilakukan antara kedua pihak ini dimungkinkan adanya ketentuan pemberian pembayaran bunga apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi; – karena yang demikian itu tidak diperjanjikan maka tuntutan akan kerugian tersebut (berkenaan dengan wanpretasi dari pihak penjual/tergugat) tidak dapat diterima.

Putusan Mahkamah Agung : tgl. 5 – 3- 1975 No. 1078 K/Sip/1973. Dalam Perkara : P.T.H.M. Au (Ltd) Iawan Firma Rukmi Pan.



http://www.skripsi-tesis.com/06/15/perlindungan-hukum-bagi-franchisee-dalam-hal-keterlambatan-pembayaran-fee-pdf-doc.htm
http://pengata.wordpress.com/2011/06/23/tentang-wanprestasi-menurut-hukum-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogger yang baik. akan meninggalkan komentar yang baik pula

Arsip Blog

Me

Me

Follow

Rabu, 10 Oktober 2012

PERJANJIAN HUKUM BISNIS

 
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Upaya manusia untuk memenuhi berbagai kepentingan bisnis, diantaranya adalah mewujudkannya dalam bentuk kontrak bisnis. Dalam bisnis, kontrak merupakan bentuk perjanjian yang dibuat secara tertulis yang didasarkan kepada kebutuhan bisnis. Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeenskomst (dalam Bahasa Belanda) dalam pengertian yang lebih luas kontrak sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian.
Istilah “kontrak” atau “perjanjian” dalam sistem hukum nasional memiliki pengertian yang sama, seperti halnya di Belanda tidak dibedakan antara pengertian “contract” dan “overeenkomst”. Kontrak adalah suatu perjanjian (tertulis) antara dua atau lebih orang (pihak) yang menciptakan hak dan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu.
Dalam kontrak hukum bisnis sendiri memiliki beberapa syarat sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP), sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri
Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mengadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4. Sebab yang halal
Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.

Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.

Salah satu contoh perjanjian yang sedang hangat dibicarakan saat ini, adalah mengenai perjanjian bisnis dalam bentuk franchise/waralaba.
Seperti perjanjian pada umumnya ada kemungkinan terjadi wanprestasi di dalam pelaksanaan perjanjian waralaba. Wanprestasi terjadi ketika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana tertera di dalam perjanjian waralaba. Jika karena adanya wanprestasi, salah satu pihak merasa dirugikan, maka pihak yang dirugikan tersebut dapat menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi kepadanya. Kemungkinan pihak yang dirugikan mendapatkan ganti rugi ini merupakan bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh hukum positif di Indonesia.

Bentuk-bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak dalam perjanjian waralaba tergantung kepada siapa yang melakukan wanprestasi tersebut. Wanprestasi dari pihak franchisee dapat berbentuk tidak membayar biaya waralaba tepat pada waktunya, melakukan hal-hal yang dilarang dilakukan franchisee, melakukan pelayanan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam system waralaba, dan lain-lain. Wanprestasi dari pihak franchisor dapat berbentuk tidak memberikan fasilitas yang memungkinkan system waralaba berjalan dengan sebagaiman mestinya, tidak melakukan pembinaan kepada franchisee sesuai dengan yang diperjanjikan, tidak membantu franchisee dalam kesulitan yang dihadapi ketika melaksanakan usaha waralabanya, dan lain-lain.

Semua bentuk wanprestasi dapata terjadi pada semua usaha waralaba, termasuk pada usaha waralab Lembaga Pendidikan Primagama di daerah Istimewa Yogyakarta. Primagama merupakan salah satu bisnis waralaba di bidang Lembaga Pendidikan yang berpusat di Yogyakarta. Di bawah kepemimpinan Purdi E. Chandra, selaku pemilik dan direktur utama, lembaga pendidikan ini sekarang telah memiliki ratusan cabang di Indonesia. Di dalam lembaga pendidikan Primagama sering juga terjadi wanprestasi. Wanprestasi yang sering dilakukan adalah keterlambatan pembayaran fee kepada pihak franchisee (pemberi waralaba). Adanya kemungkinan dilakukannya wanprestasi oleh penerima waralaba dalam usaha waralaba di Lembaga Pendidikan Primagama tersebut, membuat penulis tertarik untuk menganalisis permasalahan tentang WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE.
2. Permasalahan
Dari uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan yaitu apa yang menjadi syarat sahnya perjanjian  ditinjau dari sudut pengenyampingan kewajiban yang telah disepakati ketika awal melakukan kontrak oleh kedua belah pihak (wanprestasi).1. Dasar hukum apa yang  diberlakukan terhadap pihak yang melakukan wanprestasi 2. Bagaimana penyelesaiannya jika terjadi suatu kasus wanprestasi antara kedua belah pihak dalam pelaksanaan franchise.

BAB II
PEMBAHASAN
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah. Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah :[8] Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.[9] Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memperburuk.

A. PRESTASI berdasarkan KUHPerdata
Prestasi adalah kewajiban yang lahir dari sebuah perikatan baik karena undang – undang maupun karena perjanjian. Dasar hukumnya yaitu Pasal 1234 BW “Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu” Artinya, suatu perikatan atau perjanjian isinya bisa berupa :

(1) kewajiban untuk memberikan sesuatu,

(2) untuk melakukan sesuatu dan

(3) untuk tidak melakukan sesuatu

B. WANPRESTASI

Dasar Hukum :

Pasal 1238 “Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”

Pasal 1243 BW “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”

Pada dasarnya Debitur wanprestasi kalau debitur:

- a) terlambat berprestasi

- b) tidak berprestasi

c) salah berprestasi.

ANALISA

Contoh Kasus :

Semua bentuk wanprestasi dapata terjadi pada semua usaha waralaba, termasuk pada usaha waralab Lembaga Pendidikan Primagama di daerah Istimewa Yogyakarta. Primagama merupakan salah satu bisnis waralaba di bidang Lembaga Pendidikan yang berpusat di Yogyakarta. Di bawah kepemimpinan Purdi E. Chandra, selaku pemilik dan direktur utama, lembaga pendidikan ini sekarang telah memiliki ratusan cabang di Indonesia. Di dalam lembaga pendidikan Primagama sering juga terjadi wanprestasi. Wanprestasi yang sering dilakukan adalah keterlambatan pembayaran fee kepada pihak franchisee (pemberi waralaba). Adanya kemungkinan dilakukannya wanprestasi oleh penerima waralaba dalam usaha waralaba di Lembaga Pendidikan Primagama tersebut, membuat penulis tertarik untuk menganalisis permasalahan tentang WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE.

Kapan kreditur dikatakan telah wanprestasi? wanprestasi adalah suatu kondisi dimana kreditur berada dalam keadaan lalai. Dalam hal ini kreditur adalah pihak yang berkewajiban menyetorkan sejumlah fee franchisee sebagai pemilik franchise. Untuk menyatakan seseorang berada dalam keadaan lalai (wanprestasi) diperlukan somasi. Jadi franchisor berada dalam keadaan lalai setelah ada perintah/peringatan agar franchisor melaksanakan kewajibannya. Perintah atau peringatan (surat teguran) itu dalam doktrin dan yurisprudensi disebut “somasi“.

Somasi merupakan peringatan atau teguran agar franchisor berprestasi pada suatu saat yang ditentukan dalam surat somasi. Itulah alasan pentingnya mencantumkan tenggang waktu dalam setiap surat peringatan/ somasi. Dengan demikian, somasi merupakan sarana untuk menetapkan franchisor berada dalam keadaan lalai (kalau somasi tidak dipenuhi).

Somasi yang tidak dipenuhi –tanpa alasan yang sah– membawa franchisor berada dalam keadaan lalai, dan sejak itu semua akibat kelalaian (wanprestasi) berlaku. Namun, ada kalanya franchisor dibenarkan untuk tidak berprestasi, maksudnya, ada kalanya sekalipun franchisor tidak berprestasi sebagaimana mestinya, ia tidak wanprestasi. Yang demikian muncul, kalau sekalipun franchisor tidak memenuhi kewajibannya, tetapi ia tetap dibenarkan untuk tidak berprestasi. Peristiwa ini terjadi apabila ia menghadapi keadaan memaksa (force majeur). Dalam keadaan memaksa debitur tidak wanprestasi sekalipun ia tidak memenuhi kewajiban perikatannya.

Kesimpulannya, franchisor tidak membuka usahanya dikatakan wanprestasi, kalau setelah franchisor  disomir/ diperingatkan/ disomasi dengan benar, franchisor – tanpa alasan yang dibenarkan – tetap tidak membuka usahanya.

C. YURISPRUDENSI TERKAIT

    1. somasi bukan mengkonstatir keadaan lalai, tetapi suatu peringatan agar kreditur berprestasi, dengan konsekuensinya, kalau kreditur – tanpa alasan yang sah — tetap tidak berprestasi, maka somasi menjadikan kreditur dalam keadaan lalai (HR 29 Januari 1915, 485, dimuat dalam P. De Prez, Gids Burgelijk Recht, Deel I, no. 87).

    2. Tegoran (somasi)

Permintaan untuk memenuhi (het vragen var nakoming) yang diperjanjikan tidak diharuskan dengan tegoran oleh juru sita. i.e. oleh Pengadilan Tinggi dipertimbangkan:

bahwa untuk menyatakan seseorang telah melakukan wanprestasi terlebih duhu harus sudah dilakukan penagihan resmi oleh juru sita: somasi.

bahwa oleh karena somasi dalam perkara ini belum dilakukan maka Pengadilan belum dapat menghukum para tergugat/pembanding telah melakukan wanprestasi; oleh sebab itu gugatan penggugat/terbanding harus dinyatakan tidak dapat di¬terima).

Putusan Mahkamah Agung : tgl. 12-9-1973 No. 852 K/Sip/1972.

Dalam Perkara : Drs. Hutasoit (Mardjohan) lawan 1. PT. International Country Hotel Corporation Indonesia, 2. S.B. Abas, 3. M.L. Pohan dkk.

Susunan Majelis : 1. Prof. R. Soebekti S.H. 2. D.H. Lumbanradja S.H. 3. Sri Widojati Wiratmo Soekito S.H.

    3. Akibat cidera janji.

Meskipun oleh hakim pasti dianggap terbukti bahwa hutang tergugat pembayarannya secara mengangsur, namun karena adanya wanprestasi kuranglah tepat tergugat dihukum untuk membayar hutangnya secara mengangsur setiap bulan dengan mengambil dari gaji; maka amar keputusan Pengadilan Tinggi perlu diperbaiki, yaitu dengan meniadakan ketentuan pengangsuran tersebut.

Putusan Mahkamah Agung : tgl. 4-5 – 1976 No. 770 K/Sip/1975.

Dalam Perkara : Soewarno lawan Ny. Tjoa ing Lan alis Ny. Endang Wahju N. Widjaia.

Susunan Majelis : 1. Sri Widoyati Wiratmo Soekito SH. 2. DH. Lumbanradja SH. 3. BRM. Hanindyapoetno Sosropranoto SH.

    4. Ganti rugi karena perjanjian tidak dipenuhi.

Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung:

bahwa di dalam perjanjian jual beli sebagaimana dilakukan antara kedua pihak ini dimungkinkan adanya ketentuan pemberian pembayaran bunga apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi; – karena yang demikian itu tidak diperjanjikan maka tuntutan akan kerugian tersebut (berkenaan dengan wanpretasi dari pihak penjual/tergugat) tidak dapat diterima.

Putusan Mahkamah Agung : tgl. 5 – 3- 1975 No. 1078 K/Sip/1973. Dalam Perkara : P.T.H.M. Au (Ltd) Iawan Firma Rukmi Pan.



http://www.skripsi-tesis.com/06/15/perlindungan-hukum-bagi-franchisee-dalam-hal-keterlambatan-pembayaran-fee-pdf-doc.htm
http://pengata.wordpress.com/2011/06/23/tentang-wanprestasi-menurut-hukum-indonesia/


 
By : Dhewi | DEWI AMBARWATI *1A111863*